PARIMO, LENSA JURNAL – Janji pengusutan oleh DPRD Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, atas praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dan dugaan pungutan liar di Desa Sipayo, Kecamatan Sidoan, belum membuahkan hasil nyata.
Sementara itu, aparat Polres Parigi Moutong yang sempat memeriksa Kepala Desa (Kades) Sipayo, belum juga menyampaikan progres penyelesaian kasus.
Rombongan DPRD yang tergabung dalam Komisi I, sempat menggelar sorotan publik terhadap sebuah surat dengan kop desa yang memuat kesepakatan pungutan bagi pelaku PETI.
Ketua Komisi I, Muhammad Irfain menegaskan bahwa persoalan ini bukan hal sepele. Menurutnya, ada dua pelanggaran yang sangat krusial, yaitu aktivitas tambang ilegal dan surat pungutan yang menggunakan kop desa.
Namun, hingga kini Rapat Dengar Pendapat (RDP) lintas komisi yang dijanjikan DPRD Parigi Moutong belum juga digelar.
Sedangkan, kasus makin menjadi sorotan ketika muncul dokumen berita acara musyawarah desa yang menyebut setiap pengusaha PETI di Desa Sipayo, wajib memberikan pungutan Rp10 juta per unit alat berat. Dokumen tersebut diteken oleh Kades dan Ketua BPD.
Dalam kasus ini, Polres Parigi Moutong telah memanggil Kades Sipayo, Nurdin Ilo Ilo, untuk memberikan klarifikasi terkait surat yang diduga melegalkan aktivitas PETI tersebut.
“Karena ada surat yang ramai di media, kita klarifikasi. Hari ini pemeriksaan masih berlangsung, hasilnya nanti kita sampaikan setelah rampung,” ujar Kapolres beberapa waktu lalu.
Terlepas dari aktivitas di ranah penegakan hukum, publik masih menunggu langkah legislatif berupa pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait PETI di Parigi Moutong.
DPRD setempat, sebelumnya menyatakan akan membentuk Pansus menyikapi banyaknya aktivitas pertambangan ilegal.
Masyarakat dan sejumlah aktivis menilai, kurangnya transparansi dan lambannya proses justru memperkuat anggapan, bahwa jaringan PETI di Sipayo telah kebal hukum.
“Tambang ilegal bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tapi juga soal tata kelola yang tak jelas. Janji DPRD harus segera ditepati.” kata salah satu warga Sipayo.
Kini, publik menaruh perhatian pada siapa yang akan lebih cepat bertindak. Apakah lembaga legislatif yang mangkrak langkahnya, atau aparat penegak hukum yang mulai bergerak, demi mencegah PETI dan pungutan liar di Sipayo. (*/AF)