banner 728x250

DPRD Soroti Retribusi Pasar Parimo, PAD Hanya 30 Juta

Wakil Ketua Komisi II DPRD Parigi Moutong, Muhammad Fadli (kiri), bersama ketua Komisi II dan Dinas Koperasi dan UKM saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas retribusi pasar yang dinilai tidak maksimal, di ruang Komisi II DPRD Parimo. Foto: AL

PARIMO, LENSA JURNAL Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi pasar di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) menuai sorotan tajam. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPRD dan Dinas Koperasi dan UKM, terungkap bahwa hasil retribusi dari lima pasar hanya sekitar Rp30 juta per tahun.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Parimo, Muhammad Fadli, menyebut angka itu sangat memprihatinkan dan tidak sebanding dengan potensi pasar yang ada.

banner 728x250

“Seharusnya pasar menjadi penopang utama PAD, tapi kenyataannya kontribusinya nyaris tidak ada,” tegas Fadli.

Ia menilai lemahnya skema penarikan retribusi dan minimnya inovasi membuat sektor pasar gagal menjadi sumber keuangan daerah.

“Jika PAD hanya Rp30 juta setahun, lalu dibagi ke lima petugas penarik retribusi, nilainya tidak berarti sama sekali. Kontribusinya tidak signifikan bagi pembangunan daerah,” ujarnya.

Menurut Fadli, perwakilan Dinas Koperasi dan UKM mengakui adanya masalah dualisme kewenangan dalam pengelolaan pasar. Beberapa pasar dikelola oleh Dinas Koperasi, sementara sebagian lainnya oleh Dinas Perindag. Akibatnya, di lapangan terjadi tumpang tindih penarikan retribusi.

“Pasar yang dibangun Kementerian Koperasi kemudian dihibahkan ke Pemda, sehingga retribusinya ditangani Dinas Koperasi. Namun di los dan pelataran lain di pasar yang sama, retribusi ditarik oleh Dinas Perindag. Akibatnya, ada dua petugas penarik retribusi dalam satu pasar,” katanya.

Ia menegaskan, kondisi ini tidak efisien dan justru membebani anggaran. Biaya membayar petugas jauh lebih besar dibandingkan hasil retribusi yang disetor ke kas daerah. Karena itu, pihaknya mengusulkan evaluasi total, termasuk merger pengelolaan pasar agar ditangani satu instansi saja.

“Kalau hanya satu OPD yang kelola, misalnya Perindag, PAD Rp30 juta bisa masuk sepenuhnya ke kas daerah. Konsekuensinya, memang ada lima petugas yang harus diberhentikan. Ke depan lebih baik menggunakan tenaga ASN atau P3K agar tidak lagi membebani PAD,” pungkasnya. (AL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *